Kamis, 12 Januari 2012
Hawa dingin masuk ke dalam selimut,
membuatku terbangun dari tidur. Sungguh menyebalkan harus terbangun di tengah
mimpi indahku. Beranjak ku tinggalkan tempat tidur dan menuju dapur karena ku
harus bersiap – siap berangkat ke sekolah.
“Baru bangun toh cah ayu. Jam berapa ini ? Nggak
terlambat ke sekolah tah.” kata
kakakku, Angga.
Sungguh menyebalkan, kakakku satu –
satunya ini suka sekali menggodaku, padahal dia sendiri telah bekerja di sebuah
perusahaan produk makanan ternama di Tulung Agung, dan itu pertanda bahwa ia
sudah dewasa tapi mengapa sifat kekanak – kanakannya tak kunjung hilang. Kebetulan
bulan ini dia diizinkan pulang oleh bosnya karena kecekatannya dalam bekerja, kalau
kakakku pulang itu pertanda bahwa sebuah bencana besar akan menyerangku dan
Hanis, adik laki – lakiku.
“ Apa’an sih mas? Minggir aku mau mandi.” jawabku.
“ Ya,,,ya,,,silakan lewat tuan putri.” jawabnya.
“ Pagi – pagi sudah diganggu.” gerutuku.
******
Namaku
Tita, aku adalah seorang gadis remaja yang hidup sederhana dan bahagia bersama kedua
orang tuaku dan 2 orang saudara laki - laki. Ayahku adalah seorang wirausahawan
di kota, sedangkan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga. Aku sekarang duduk di kelas XII IPA 1
di salah satu SMA tersohor di Kota Sidoarjo, 3 bulan lagi aku akan menghadapi
Ujian Nasional dan test SNPTN. Tapi ada sesuatu hal yang tak terduga dalam
hidupku akan segera dimulai.
******
Bel sekolah telah berbunyi, aku memasuki
kelas dengan tenang. Kelasku berada di sebelah perpustakaan, walaupun tidak
terlalu besar, kelasku selalu memberi kesan yang nyaman bagi siapapun yang
memasukinya karena kebersihan dan keindahan kelas yang aku dan teman – teman
ciptakan.
Pelajaran pertama hari ini adalah fisika,
pelajaran yang paling aku sukai. Biasanya aku selalu bersaing mengerjakan soal
– soal fisika bersama Yasmin, teman sebangku-ku. Dia adalah sahabatku sejak
hari pertama ku masuk di SMAN 1 Sidoarjo. Dia adalah anak dari salah satu guru
di sekolahku. Dia manis dan juga baik pada sesamanya. Aku sangat beruntung dia
mau menjadi sahabatku.
Kami berdua suka menghabiskan waktu di
perpustakaan. Kami sering belajar bersama ataupun bersenda gurau. Kami saling
bercerita tentang masalah kami dan selalu berusaha memecahkannya bersama. Hari
ini adalah ulang tahunnya. Aku telah menyiapkan sesuatu untuknya.
“Yasmin, nanti siang kamu ada waktu nggak?” tanyaku.
“Oh,,tidak bisa. Hari ini ku harus
membantu ibuku untuk menyiapkan sesuatu yang penting di rumah. Maaf ya Tita.
Lain kali saja.” jawab Yasmin.
“ Oh,,begitu. Baiklah , lain kali saja.”
tukasku.
Sungguh
mengesalkan. Padahal ku telah menyiapkan sesuatu untuknya, tapi tak apalah
kalau dia memang tak bisa.
Setelah bel istirahat berbunyi,
“Yasmin, ikut aku yuk!” ajakku.
“ Ke mana?” tanyanya.
“ Ada deh, sebenarnya ada sesuatu yang
ingin kutunjukkan padamu.”
Aku pun mengajaknya ke taman di depan
sekolah. Walaupun Kota Sidoarjo terkenal akan udaranya yang panas, ditambah
dengan adanya Lumpur Lapindo di Porong yang semakin hari semakin bertambah
parah. Itu tak berlaku di sekolahku, sebab sekolahku telah mengantisipasinya
dengan lebih banyak menanam pohon di sekitar sekolah dan udara yang paling
segar dan sejuk adalah taman di depan sekolah. Sehingga tempat ini merupakan
tempat yang paling disenangi oleh para murid.
Kami memilih tempat duduk di bawah pohon
yang besar. Aku mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hijau, lalu kuberikan
padanya.
“ Selamat ulang tahun ya. Katamu tadi, nanti siang kamu tidak
bisa pergi bersamaku, jadi disinilah aku memberikan hadiah ulang tahunmu.”
ucapku.
Yasmin seperti orang yang bingung,
terkesan pada raut wajahnya yang tak bisa mengucapkan apa – apa. Yasmin memang
termasuk orang yang mudah terharu atau simpati pada orang lain. Wajar ia
bersikap seperti itu.
“ Oh Tita tak perlu repot – repot
memberiku sebuah hadiah. Kamu ingat hari ulang tahunku saja lebih dari cukup.
Terima kasih Tita, kau memang sahabatku.” katanya.
Aku senang menjaga persahabatanku dengan Yasmin,
padahal kenyataannya aku termasuk tipe orang yang keras kepala, mudah marah dan
kasar, tapi entah mengapa Yasmin bisa meluluhkan sifat – sifatku itu. Maka dari
itu, aku berjanji pada diriku akan selalu menjaga persahabatan antara aku
dengan Yasmin.
Setelah waktu istirahat berakhir, aku dan
Yasmin segera memasuki kelas. Di kelas tampak segerombol anak yang sedang
membicarakan sesuatu. Sepintas terdengar mereka sedang membicarakan tentang
perguruan tinggi yang terkemuka. Tiba – tiba,
“ Kamu ingin berkuliah di mana, Tita?”
tanya Yasmin.
Aku tersentak kaget.
“ Kamu kenapa kok tiba – tiba kaget
begitu?” tanyanya lagi.
“ Oh nggak.
Hanya saja ku belum menentukan pilihan di mana nanti akan berkuliah. Aku juga
belum sempat membicarakannya dengan kedua orang tuaku.” jawabku.
“ Loh,,emang kenapa? Kamu harus segera menceritakannya
pada ayah dan ibumu. Ini untuk kepentinganmu di masa depan, Tita. Kamu sudah
pintar, selalu juara 1 di kelas, kamu pastinya ingin jadi apa yang kamu idam –
idamkan, bukan. Seorang dosen muda fisika. Kamu pasti bisa meraihnya.”
“ Ndak kok, bukan itu masalahnya. Cuma tadi ku punya
firasat tidak enak saja. Tenanglah yas, nanti malam ku akan bercerita pada
keluargaku.”
“Okelah.”
Ada
apa ya mengapa ku jadi memikirkan orang di rumah, apa ada sangkut-pautnya
dengan apa yang dibicarakan oleh teman – teman hari ini.
Kebetulan pelajaran terakhir, adalah BK.
Hari ini Bu Kholidah memberi penjelasan mengenai perguruan tinggi pada kami
semua. Terdapat ratusan perguruan tinggi yang ada di Pulau Jawa belum juga
perguruan tinggi di luar Pulau Jawa. Namun yang paling tekenal dan dipercaya
oleh masyarakat hanya ada 4 yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut
Tehnologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Tehnologi
Surabaya (UTS). Menurut Bu Kholidah, keempat universitas itu memiliki daya saing
yang tinggi di dunia kerja saat ini. Sepanjang pengarahan yang dilakukan Bu
Kholidah, ku perhatikan dengan seksama.
Aku
harus benar – benar selektif dalam memilih.
“ Kamu pilih yang mana?” tanya Ari.
“ Aku pilih di UGM saja, mungkin akan
menyenangkan bila ku mengambil jurusan Teknik Fisika. Yang sulit saja
sekalian.” jawabku.
“ Katamu tadi belum menentukan, ta. Kalau
begitu aku ambil jurusan Biologi saja.” sahut Yasmin.
“ Wah,,wah,, ada rencana satu perguruan
tinggi lagi nih.” kata Ari.
“ Mungkin” sahut aku dan Yasmin hampir
bebarengan.
Kami bertiga pun tertawa.
******
Bel pulang pun berbunyi, rencana awal
ingin mengajak Yasmin makan siang sebagai hadiah tambahan setelah pulang
sekolah gagal, dengan terpaksa ku pulang dengan hati hampa. Hari ini juga
bimbel tambahan diliburkan karena gurunya berhalangan hadir. Jadilah aku pulang
sendiri ke rumah.
Sesampainya di rumah, ku berganti baju dan
membantu ibu menyiapkan makan siang untuk keluarga di dapur.
“ Kakak dan Hanis ke mana, bu?” tanyaku.
“Kakakmu ada di kamarnya bermain dengan
laptopmu, kalau adikmu mungkin sedang bermain dengan anak tetangga sebelah.”
“ Adakah yang perlu aku bantu, bu?”
“ Kalau kamu tidak capek, tolong tatakan
ruang makannya,ya. Lalu panggil kakak dan adikmu untuk makan. Kamu pasti juga
belum makan, kan.”
“ Baik, bu. Oh iya bu, nanti ayah
pulangkan.”
“Ya nanti, ayahmu akan makan malam bersama
kita lagi. Ada apa?”
“ Oh nggak,
nanti ibu juga tahu sendiri.”
Setelah menata ruang makan, aku menuju
kamar kakak.
“ Kak, ayo makan.” ajakku
“ Eh,,,,buka pintu tanpa mengetuknya. Weleh – weleh adikku yang cantik ini
tidak diajarkan sopan santun ya sama gurunya.” jawabnya.
“ Ah,,kakak cerewet. Seperti tak pernah
melakukannya saja saat memasuki kamarku.”
“Itu beda, kamu adik dan aku kakaknya. Lah
bedakan.”
“ Tak tahu lah. Aku mau memanggil adik
dulu untuk diajak makan. Sana cepat ke ruang makan.”
******
Malamnya, seperti biasa sambil menunggu
kedatangan ayah, aku selalu menyempatkan membaca buku pelajaran ataupun buku
kantong yang sering kupinjam dari temanku. Ditemani oleh adikku yang sedang belajar
penjumlahan dan kakak yang sedang bermain laptop.
Lalu terdengar suara dari luar rumah.
“Assalamualaikum”
Adikku langsung berlari menuju pintu
maklum masih kelas 1 SD dan aku mengikutinya.
“ Wa’alaikumsalam.Ayah sudah pulang. Ayo,
ayah mandi dulu lalu makan bersama kami.” kataku.
“ Seharusnya kalian meninggalkanku dan makan
terlebih dahulu. Dari pada ayah harus melihat kalian kelaparan seperti ini.”
“Tidak kok yah, tenang saja itu sudah
seperti tradisi bagi kami, ya kan kak?”
“ Ya begitulah, dari semenjak ku kecil
hingga sekarang.”
Lalu kami pun makan bersama, dan ku
teringat akan apa yang dikatakan Yasmin,
“Yah, bolehkah aku mengutarakan sesuatu.”
“ Ayah juga ingin mengatakan sesuatu
padamu.”
“ Biar aku dulu, aku ingin kuliah di UGM,
yah. Aku ingin mengambil jurusan Teknik Fisika. Aku ingin menjadi dosen muda di
bidang itu. Apakah ayah mengizinkannya?”
Ayah hanya berdiam saja, tanpa ada isyarat
ia meletakkan sendoknya dan meninggalkan ruang makan dan masuk ke kamar.
“ Ayah, ada apa? Apakah aku tak boleh
mengambil jurusan itu? Ibu, ayah kenapa?” teriakku.
“ Nanti ayahmu akan menjelaskannya.” jawab
ibu.
Kakak pun ikut menyahut,
“ Kalau menurutku ya, kamu itu bener pintar tapi kamu juga harus lihat
juga ke bawah, jangan hanya melihat cita
– citamu yang ada di atas saja.”
“ Tapi kak, bukan itu masalahnya. Lihat
saja tingkah ayah yang tiba – tiba saja berubah.”
“Tiap tindakan manusia itu pasti
berlandaskan pada suatu alasan tertentu.” jawab kakak.
Lalu ayah keluar lagi dari kamarnya dan
menyuruh semua anggota keluarga untuk berkumpul di ruang tamu. Ayah pun mulai
berbicara,
“ Ayah ingin mengatakan sesuatu padamu,
Tita. Bukannya ayah tadi bersikap begitu untuk melarangmu kuliah. Tapi sebelum
itu ada satu permintaan untukmu. Sebagai anak perempuan satu – satunya di
keluarga ini. Pertama – tama, ingatkah kamu anak Pak Rusdi sahabat ayah
semenjak kecil dan sekarang menjadi kolega ayah.”
“ Oh Pak Rusdi itu, emang kenapa yah?”
“ Dia memiliki seorang anak laki – laki
yang seumuran kamu.”
“Aku tahu, dia kan teman kecilku juga. Tapi ayah, jangan bilang ayah ingin menjodohkanku. Aku nggak mau titik.”
“Tapi, Pak Rusdi sahabat ayah dari kecil.
Pak Rusdi ingin anaknya bisa mendapatkan wanita yang pantas dan ia
mempercayaimu. Kamu tegas, pandai dan pekerja keras. Pak Rusdi ingin anaknya
bisa menikah denganmu, Tita.”
“ AKU NGGAK
MAU, yah. Titik.”
“ Tidak kamu harus memenuhi perintah ayah,
kamu adalah anak perempuan satu – satunya. Cuma bertunangan saja setelah kamu
mulai masuk kuliah, lalu kalian menikah setelah 1 atau 2 tahun kuliah. ”
“ Tapi ayah tidak bisa berbuat begini.”
“Aku adalah ayahmu jadi kamu harus
menuruti ayah, kalau tak kamu tak perlu kuliah, bantu ibu saja dirumah.”
“ Tenanglah, yah. Ayah juga tidak bisa
memaksakan hal itu kepada Tita. Tita berhak menentukan apa yang dia mau.” bela
ibu.
“ Tapi lihatlah anak kita bu, dia tomboy
di sekolah walau dia juara di kelas tapi dia tidak pernah berpacaran, tidak seperti
anak-anak yang seumurannya.”
“ Aku tidak mau berpacaran karena ku ingin
fokus pada pelajaranku,yah dan untuk mendapatkan nilai – nilai yang bisa
membuatmu bangga. Pokoknya aku tidak
mau. Aku ingin jadi dosen dulu.”
Aku pun masuk ke dalam kamarku, ku sempat
mendengar bahwa ayah benar – benar tidak akan membiayai kuliahku jika ku tetap
tak mau dijodohkan dengan anaknya Pak Rusdi.
Aku
benci hidup seperti ini. Aku tidak suka dikekang seperti ini.
Aku
harus bisa buktikan bahwa aku bisa membuktikan bahwa cita – cita seseorang tak
bisa dihalangi oleh apapun juga. Batinku.
******
Saat tengah malam, ku menyalakan laptopku
dan aku mencari informasi di internet mengenai beasiswa yang dapat
menguliahkanku dan memberikan harapan untukku menjadi seorang dosen tanpa
bantuan ayah.
Akhirnya hamper 1 jam mencari, ku temukan
beasiswa itu. Ku catat hal – hal yang perlu kusiapkan untuk mengikuti beasiswa
itu.
Bismillahirrohmanirrohim.
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, aku percaya Engkau sangat menyayangiku dan ku
tahu bahwa Engkau tahu aku tidak bermaksud untuk durhaka pada ayahku. Semoga
kau memperlancar jalanku ini.Amin.
******
Hampir 2 bulan sejak saat itu, hubunganku
dengan ayah menjadi agak renggang. Ayah tak mau mengajakku bicara dan hanya
lewat perantara ibu saja. Tapi yang bisa kulakukan adalah menguatkan diri afar
kejadian ini tidak mengganggu pelajaranku dan Ujian Nasionalku yang tinggal 1
minggu lagi.
Lalu saat sore hari, saat aku menyapu
teras, seorang tukang pos berhenti di depan rumah. Ia mencari seseorang yang
bernama Titania Dwi Rahmawati. Dan itu adalah aku, lalu ku terima surat itu. Di
amplopnya tertera namaku dan logo dari beasiswa yang pernah ku daftar sekitar 2
bulan lalu.
Ku buka amplop itu, dan di sana tertera
namaku pada nomor 56 dari 200 orang yang di terima untuk memilih perguruan
tinggi yang diinginkan dan pilihanku saat itu adalah Universitas Indonesia dan
aku tak menyangka bahwa itu adalah kenyataan. Aku langsung bersujud memanjatkan
beribu syukur kepada Allah SWT karena Ia tak meninggalkanku sendirian dan memberikanku
kesempatan untuk membuktikan sesuatu pada ayah. Lalu aku langsung berlari ke
dapur dan memeluk ibu erat – erat,
“ Loh,,loh,,ada apa Tita?” tanya ibu
bingung.
Dengan meneteskan air mata ku berkata pada
ibu,
“Allah memberiku kesempatan untuk memperbaiki
hubunganku dengan ayah, bu. Aku di terima di Universitas Indonesia di Jakarta
lewat sebuah program beasiswa terkemuka bu. Alhamdulillah bu, aku diterima oleh
mereka.”
“ Alhamdulillah, matur suwun Ya Allah,
sampeyan paringi anak kulo rezeki ingkang sae.”
“ Tapi,bagaimana aku memberi tahu ayah
bu?”
“ Serahkan itu pada ibu.”
Lalu aku menelepon yasmin dan bercerita
tentang ini. Dia bahagia bukan main tapi dia menyayangkan aku karena memilih
perguruan tinggi yang terlalu jauh. Tapi ia merasa bahwa sudah saatnya ia
berpisah denganku. Tinggal 7 hari ia bisa bersamaku dan ia ingin ku
memanfaatkannya sebaik mungkin.
“ Itu pasti, ku akan bikin bermacam -
macam kenangan denganmu dan juga dengan teman – teman yang lain.” jawabku.
Lalu setiap malam, ku selalu belajar –
belajar dan belajar agar nilai UNAS-ku baik dan 100 % dapat diterima sebagai
salah satu mahasiswi di Universitas Indonesia.
Tapi hingga Ujian Nasional berjalan, ayah
belum juga mengajakku berbicara ataupun menyinggung soal diterimanya aku di Universitas
Indonesia tanpa biaya apapun.
Apakah
usahaku sia – sia ? batinku.
Selama ujian ku tak mengalami hambatan
apapun, sekarang hanya menunggu hasilnya saja. Aku juga harus bersiap – siap
untuk berangkat ke Jakarta. Ibu sepertinya tidak rela melepaskanku, kakakku
yang jail itupun ternyata memberiku support untuk tetap berjuang dan bersabar
menghadapi ayah walau hanya melalui telepon terdengar nada tulus dari suara
kakak. Ternyata kakak sayang padaku.Sedangkan
ayah belum juga mengajakku berbicara, walaupun kata ibu, ayah tahu berita
diterimanya aku di Universitas terkemuka. Tapi itu belum meluluhkan hatinya.
Setelah hasil ujianku keluar, ku langsung
berangkat ke Jakarta. Kepergianku diiringi isak tangis ibu, adik dan teman –
temanku yang mengantarkanku ke bandara.
“Hati – hati ya nak. Ibu restui
kepergianmu, untuk mencapai cita – citamu. Do’a ibu selalu mengiringi setiap
langkahmu. Di Jakarta juga keras, jagalah kondisimu dan juga pergaulanmu. Dan
sebenarnya ayahmu juga senang kamu dapat berkuliah di sana dan ia meminta maaf
atas kesalahan yang selama ini ia lakukan padamu.”
Perkataan ibu akhirnya membuatku luluh dan
aku berjanji akan mencapai cita – citaku demi ibu dan ayah.
******
-6 tahun kemudian-
Rumahku sekarang terlihat berbeda. Warna
cat pagar depan rumah sudah tampak pudar dengan warna dinding rumah yang sudah
kusam. T`naman hias yang berada di pinggir – pinggir jalan utama tampak terawat
dengan baik. Pohon mangga di samping rumahpun terlihat sudah berbuah. Aku pun
mulai memasuki rumah, ada 2 sepeda motor di depan rumah.
Ada
tamu rupanya.
“ Assalamualaikum”
Seorang anak menyambutku dengan wajah
gembira,
“ Ibu, ibu, ayah, mbak Tita sudah pulang.
Ibu ke sini, cepetan bu.”
Aku menduga itu pasti adikku, Hanis.
Mungkin ia sudah kelas 1 SMP namun tingginya tidak sesuai dengan umurnya,
seperti anak kelas 2 SMP.
Ibupun keluar dengan mata yang dipenuhi
tetes air mata. Mungkin beliau kagum akan penampilanku yang kini memakai
pakaian kemeja putih buatan merk terkenal dengan rok hitam di bawah lutut juga
memakai high-heels. Di belakang ibu,
tampak ayah yang juga tertegun melihatku.
Aku pun menyalami ibu, adik, dan juga
ayahku yang akhirnya mengajakku berbicara untuk pertama kalinya setelah bertahun
– tahun. Di belakang ayah, tampak Pak Rusdi dan seorang lelaki muda seumuranku
yang tampak tak asing bagiku.
Kami pun berbincang – bincang dengan Pak
Rusdi dan lelaki itu. Aku terus mengamati gerak – geriknya, terus berusaha
mengingat apa yang pernah ku lupakan. Lalu dia mengajakku untuk duduk di teras
depan. Herannya lagi dia tampak menunjukkan keakraban denganku layaknya pernah
berteman lama. Dia pun mulai berbicara,
“Masa’ sudah lupa. Walau kita hanya 4
tahun berteman tapi masa’ sudah lupa.” kata dia.
“ Kamu siapa sih?” tanyaku.
“Aku Wahyu. Kita pernah sekelas waktu di
UI. Kita ambil mata kuliah yang sama, Teknik Fisika. Hingga kita lulus S1
bersama – sama. Tapi saat melanjutkan ke S2, aku harus meneruskannya di
Singapura dan meninggalkanmu. Dan sekarang lihat dirimu, telah menjadi seorang
dosen Teknik Fisika di UI sedangkan aku dosen di ITS dekat sini.” jawabnya.
“Oh,,sebentar,,kamu Wahyu temanku di UI
itu yang duduknya selalu memilih di sampingku.”
“Ya, itulah aku.”
“Mengapa kamu tidak bilang dari dulu,
bahwa kamu anaknya Pak Rusdi, sahabat baik ayahku. Kita sekarang dipertemukan
dalam keadaan yang begini pula. Sungguh memalukan.”
“ Tapi Tita, tahukah kamu alasanku mengapa
aku mengambil kuliah yang sama denganmu?”
“ Mengapa?”
“ Karena aku ingin menjaga dan mengawasimu
agar kamu baik – baik saja dan tak membuatku khawatir.”
“ Emang ada urusannya ta keadaanku dengan keadaanmu>”
“Bila kamu terluka misalnya hatimu
terluka, sedih karena sesuatu,itu saja akan membuatku terluka karena aku tak
bisa dipisahkan darimu, Tita. Kamu adalah segalanya bagiku.”
Aku langsung terdiam. Hatiku menjadi
berdegup kencang, wajahku memerah seperti buah tomat, Wahyu teman yang selalu
menemaniku saat ku kuliah di Jakarta adalah orang yang sama yang dulu ku tolak
saat akan dijodohkan.
Ya
Allah, Engkau Maha Penagsih lagi Maha Penyayang tidak hanya cita – citaku Kau
wujudkaan tapi Engkau memberiku sebuah keajaiban yang sekarang sedang berada di
depan mataku ini. Terima kasih Ya Allah atas segala yang telah kau takdirkan
padaku.
THE END
Label:
Bahasa Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar